IQNA

IQNA:

Representasi 8 Tahun Krisis Suriah dalam Bentuk Novel

20:04 - March 21, 2019
Berita ID: 3472983
IRAN (IQNA) - Novel La Tabki ya Baladi al-Habib (Jangan menangis wahai tanah kesayanganku) oleh Hasan Hamid, seorang penulis, kritikus sastra dan novelis Palestina yang menggambarkan 8 tahun krisis Suriah dalam bentuk novel.

Menurut laporan IQNA, Hasan Hamid lahir pada tahun 1955 di provinsi Karad Al-Baggara, di kota Safad, yang terletak di pendudukan Palestina. Dia telah menyelesaikan kursus pendidikannya di kota-kota Quneitra dan Damaskus, dan juga telah memperoleh gelar Sarjana Filsafat dan Sosiologi dari universitas Damaskus dan sarjana bahasa Arab dari universitas Arab Beirut.

Hasan Hamid menerima gelar PhD dalam sastra Arab dari universitas Lebanon pada tahun 2002 setelah menyelesaikan gelar masternya.

Dia juga mengajar sebagai pengajar di Damaskus untuk beberapa waktu dan merupakan anggota himpunan cerita dan novel negara ini serta beberapa novelnya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, Perancis, Jerman, Persia, China, dan Armenia.

Dia juga telah memenangkan banyak penghargaan, termasuk Hadiah Naguib Mahfouz (penghargaan sastra Arab) dan Penghargaan Hanna Mina (Hadiah Sastra untuk Kementerian Kebudayaan Suriah).

Representasi 8 Tahun Krisis Suriah dalam Bentuk Novel

Hasan Hamid, pengkritik dan novelis Palestina

Hasan Hamid, dalam novel "Jangan Menangis wahai Tanah kesayanganku", yang dipersembahkan kepada para syuhada Suriah, telah secara harfiah mengkritik peristiwa 8 tahun di Suriah, perang dan bentrokan di negara itu dalam bentuk novel (cerita-cerita pendek).

Dalam novel ini, yang diterbitkan pada tahun 2018 dan pengawasan teknis Monir al-Rifai, membahas berbagai masalah, termasuk mengapa krisis dimulai, hasil dan konsekuensi kemanusiaan yang muncul darinya, kehadiran orang asing, hubungan insiden ini dengan kepercayaan agama dan situs-situs keagamaan, pembunuhan serta ledakan dan masalah yang terkait para pengungsi Suriah, dan lain-lain.

Representasi 8 Tahun Krisis Suriah dalam Bentuk Novel

Jilid depan Novel "Jangan Menangis wahai Tanah kesayanganku"

Penulis novel setebal 340 halaman ini, dengan membaginya menjadi cerita-cerita pendek, mencoba menggambarkan kondisi orang-orang Suriah, musuh-musuh dan pendukung mereka serta konflik-konflik internal.

Di pengantar novel ini dituturkan, “Saya akui bahwa saya tidak tahu bagaimana naskah-naskah dengan khat yang sukar, rumit, dan tidak terbaca ini sampai di Fawaz al-Taubah (Abu Laili) yang membawanya kepada saya dan berkata, Tolong, ambil kertas-kertas ini dari saya karena tintanya ingin mencekikku dan kata-katanya serta kejadian-kejadian hampir merenggut jiwaku dan menghancurkan rasa sakit, luka dan darahku! Saya tidak menanggapi dan tidak mengatakan kepada Fawaz agar duduk guna melihat apa yang ada dalam kertas-kertas tersebut! Mengapa takut, untuk siapa dan untuk apa? Dan apa yang dia bicarakan?”

Saya hanya tahu bahwa dia meletakkan kertas-kertas ini di depan saya, seperti tepung, kacang, atau apa pun dan lantas dia berlalu dan dia berkata: Jika kamu mencintaiku, ambillah dariku! Anda adalah seorang pengajar dan lebih dari yang saya lakukan dalam membaca, menulis, dan sains, mungkin Anda akan berada dalam masalah itu ... Saya tidak tahu apa-apa lagi tentang ini karena saya memiliki banyak masalah, kesedihan saya sangat banyak.

Fawaz adalah seorang pekerja di Rumah Sakit Imam Khomeini (ra) di Suriah yang bekerja dari pagi hingga malam, bekerja ekstra untuk memperbaiki situasi keuangannya. Dia dibawa ke rumah sakit akibat ledakan dan tubuhnya terkoyak-koyak dan hanya diketahui melalui pakaian terbakarnya. Kematiannya seperti lonceng terus-menerus di kepalaku dan dia memperingatkanku untuk melihat apa yang disodorkan di depanku!

Representasi 8 Tahun Krisis Suriah dalam Bentuk Novel

Jilid belakang novel

Ketika yang lain pergi ... Saya mendatangi kertas-kertas yang ada di dalam kantong plastik hitam saya, saya menemukan sesuatu yang membuat saya bertanya-tanya, mereka menulis tentang perang dan keadaan perang serta bagaimana itu dimulai dan dari mana asalnya! Tulisan-tulisan ketakutan, sakit, terbakar, api, mati, kuburan, tenda anak-anak dan dari daerah Sayyidah Zainab di Damaskus serta upaya untuk meledakkan dan membakarnya, serta membunuh dan menggusur penduduk daerah itu.

Pembicaraan tentang para pembela tempat mulia ini dan mereka yang menghilang dan diculik, serta mereka yang tewas. Tentang para wanita dan pria yang memanjat serta menuruni bukit di bawah cengkeraman badai setan dan tentang ketakutan yang telah membangun takhtanya di dada, hati, dan rumah kita, dalam langkah-langkah kita, dalam kata-kata kita, dalam tidur dan bangun kita... »

Hasan Hamid sedang mencari kebenaran novel ini. Di mana ia harus menemukannya dan bagaimana mengetahuinya? Kebenaran dalam novel ini adalah sumber dari masalah Suriah dan peristiwa-peristiwa yang penulis ingin hidup bersama dan berusaha untuk menjawab keterkejutan dan siksaan pribadinya dan penderitaan yang ia derita. Dalam novel ini, Hasan Hamid berusaha untuk menghubungkan insiden kemanusiaan ini dengan penderitaan rakyat Palestina dan untuk mengungkap tragedi kemanusiaan dari tanah-tanah ini dan hubungannya dengan peristiwa-peristiwa sejarah lainnya seperti sejarah Asyura.

Representasi 8 Tahun Krisis Suriah dalam Bentuk Novel

Novelis Palestina dalam novel ini mengungkapkan hubungan antara esensi manusia dan dunia melalui dengan bahasa kode, merepresentasikan kesabaran dan keteguhan Sayyidah Zainab (as). Sejatinya, novel ini adalah bacaan lain Sayyidah Zainab (as) yang mengatakan: "Bawalah kami ke Karbala untuk berbaiat kembali dengan para syuhada kami dan kami mengubur kepala tanpa badan dan tubuh-tubuh yang terkoyak-koyak."

Di antara tema-tema beberapa kisah buku ini adalah "Rushdi al-Baik", "al-Irani (1)," "al-Irani (2)," "Hamada al-Shayyad", "al-Duktur Abud Al-Nayef", "Syukriyyah" dan lain-lain, yang menggambarkan krisis 8 tahun Suriah.

Sejauh ini, beberapa karya telah diterbitkan oleh Hasan Hamid, penulis Palestina, beberapa di antaranya adalah Madinatullah (Kota Allah), Anin al-Qashab, Jasr Banat Ya’qub (jembatan putri-putri Ya’qub), Dawi al-Mauta, al-Audah ila al-Bait, Masa' Shabah (pagi fajar), Mathar wa Ahzan wa Farash Mulawaan, Qornafal Ahmar ... Liajliha, Huma al-Kalam, Taali Nuthayyir Auraq al-Kharif...

 

http://iqna.ir/fa/news/3794518

captcha